Oleh Andika Hendra Mustaqim
Dalam buku Ekonomi Sufistik, karya Muhammad Gunawan Yasni, “mungkin kita, Muslim Indonesia, sebaiknya belajar pada banyak guru untuk mengawal kebangkitan ekonomi syariah dalam upaya menyembuhkan luka bangsa, terutama dalam menanta kembali perekonomian yang pernah tajam terpuruk.” Selepas membaca buku itu, saya sunggu malu ketika Islam sebagai mayoritas justru tak mampu berbuat banyak. Padahal, kita memiliki prinsip yang mengajarkan keadilan, yakni ekonomi syariah.
Ketika berguru kepada orang yang tepat, saya kira umat Islam harus kembali kepada maha guru Nabi Muhammad. Beliau yang memberikan risalah terbaiknya. Termasuk dalam risalah ekonomi syariat. Ternyata ajaran ekonomi syariah yang diajarkan Nabi Muhammad sungguh menyenangkan. Kenapa dan bagaimana ekonomi syariah itu menyenangkan, saya akan mengupasnya.
Pertama, ekonomi syariah itu bagian integral yang tidak dapat dipecahkan dalam konsep syariat Islam. Syariat Islam bukan hanya menyangkut fikih yang mengatur ibadah. Ekonomi syariah juga menjadi satu kesatuan dalam Syariat. Itu disebabkan Islam merupakan agama yang sempurna, mengatur dari manusia bangun tidur hingga tidur kembali. Dalam hal bermualamah di pasar, umat Islam juga sudah memiliki panduan. Sehingga mereka tidak salah dan terjebak dalam kezaliman dan kemaksiatan dalam berdagang dan menjalankan ekonomi dalam keseharian. Ekonomi syariah pun mampu menyelamatkan umat baik di dunia dan di akherat.
Kedua, ekonomi syariah juga dapat menjadi keseharian umat Islam, sama seperti salat lima waktu. Ketika umat Islam mampu menjalankan salat lima waktu, menyebut nama Allah sebanyak ribuan kali dalam sehari, dan bersalawat kepada Nabi Muhammad sebanyak ratusan kali, kenapa mereka enggan melaksaanakan ekonomi . Padahal, ekonomi syariah merupakan bagian dari keseharian umat.
Jauhnya masyaarakat Islam di Indonesia dari ekonomi syariah disebab kan karena mereka menganggap kalau bermualamalah dalam membangun ekonomi syariah bukan suatu hal yang penting. Pandangan yang salah itu perlu diluruskan. Ibadah yang bersifat hubungan dengan Allah dan hubungan dengan manusia haruslah seimbang.
Ketiga, ekonomi syariah itu menyenangkan karena membangun persatuan umat. Islam identik dengan perpecahan, banyak yang berkata seperti itu. Saya pikir salah. Hanya karena perbedaan subuh tanpa qunut dan harus pakai qunut, umat Islam saling berjauhan. Hanya karena partai yang berbeda aliran, umat Islam saling bermusuhan. Hanya karena perbedaan mahzab, umat Islam saling mencela.
Saya pikir, ada satu cara paling menyenangkan untuk mendekatkan umat Islam yang terpecah di Indonesia. Satu-satunya jalan adalah ekonomi Islam. Saya kira tidak ada perbedaan yang menonjol dalam memandang ekonomi Islam. Mereka memiliki satu pandangan untuk memajukan umat Islam, melalui ekonomi Islam. Dengan Ekonomi syariah dijalankan dan dilaksanakan oleh seluruh umat Islam, maka mereka akan bersatu. Ketika dapat bersatu, maka umat Islam tak dapat dikalahkan dan tak dapat dipecahbelah.
Pendapat saya itu dibenarkan oleh Merza Gamal dalam bukunya berjudul “Aktivitas ekonomi syariah: catatan dakwah seorang praktisi perbankan syariah”. Merza mengungkapkan “Al Quran sebagai pegangan hidup umat Islam telah mengatur kegiatan bisnis secara eksplisit, dan memandang bisnis sebagai sebuah pekerjaan yang menguntungkan dan menyenangkan”.
Muhammad Ayub dalam bukunya Understanding Islamic Finance mengungkapkan, studi terhadap ajaran Al Quran dan Sunah menuntut kita pada beberapa prinsip dasar sistem ekonomi Islam yang mendukung perkembangan umat manusia, menegakkan keadilan, menghentikan eksploitasi dan cenderung membentuk masyarakat berisi serta menyenangkan yang dapat disebut masyarakat sejahtera dalam arti yang sesungguhnya. Benar kan kalau ekonomi syariah merupakan pilihan yang menyenangkan. Itu tak dapat diragukan lagi.
Menguasai Pasar, Strategi Utama dan Pertama Ekonomi syariah
Untuk mencapai ekonomi syariah yang menyenangkan, menurut saya, yang pertama kali mendapat perhatian adalah penguasaan pasar. Selama ini, pasar dikuasai oleh kalangan bukan Islam. Sungguh menyedihkan ketika umat Islam justru hanya menjadi konsumen, bukan sebagai produsen atau pedagang.
Berkaca pada perekonomi di masa Nabi Muhammad, beliau memperhatikan penuh kondisi pasar di Madinah. Dia selalu menjadikan acuan kalau pasar menjadi indikator pembangunan di masa Nabi Muhammad. Ketika pasar ramai, maka ekonomi masih bergeliat. Tetapi kalau pasar mati, maka ekonomi juga akan tenggelam. Perhatian Nabi Muhammad terhadap pasar menjadikan umat Islam harus memandang pasar sebagai penggerak perekonomian umat Islam.
Seperti diungkapkan Nizar Abazhah dalam bukunya berjudul “Ketika Nabi di Kota”, pasar dapat menjadi indikasi kemandirian dan otonomi sekaligus pembebasan kaum muslim dari hegemoni pasar Yahudi di zaman Yahudi. Pasar Madinah terus berjalan dan para sahabat menjadi pelaku pasar yang teguh memegang kebenaran dan hukum Tuhan dalam segala bentuk transaksi yang mereka lakukan.
Untuk dapat menjalankan ekonomi Islam, umat harus menguasai pasar. Untuk menaklukkan pasar, ada beberapa hal yang harus dilakukan umat Islam.
Pertama, ekonomi syariah sebenarnya sangat mudah diaplikasikan dalam kehidupan pasar di Indonesia. Jika semua pedagang Islam di Indonesia berlaku jujur, saya kira semua pelanggan akan tetap mengantre. Kejujuran akan menyenangkan bagi pedagang dan pelanggan. Tapi korupsi justru akan menyengsarakan pedagang dan pelanggan. Ketika ada kejujuran, maka di situ juga terdapat kepercayaan atau amanah. Siapapun yang orang jujur pasti akan menjaga amanah. Keduanya tak bisa dilepaskan.
Seperti diungkapkan oleh Afzalul Rahman dalam buku “Muhammad A Trader” tercatat bahwa Nabi Muhammad adalah seorang pedagang yang jujur dan adil dalam membuat perjanjian bisnis. Itu menunjukkan kalau Nabi Muhammad menunjukkan rasa tanggung jawab yang besar dan integritas yang tinggi dengan siapapun.
Kedua, umat Islam harus bervisi jangka panjang ketika menguasai pasar. Bukan hanya pasar di tingkatan lokal semata. Sebelum ekspan, kita harus lebih kuat di tataran lokal. Tetapi harus meluaskan jangkauan ke pasar internasional. Ingatlah, ekspansi Ekonomi syariah harus mampu menghegemoni umat lainnya. Saat ini, kita justru menjadi korban hegemoni dari umat laainnya. Parahnya lagi, kita hanya menjadi penonton yang tak berdaya. Padahal, Islam telah memberikan petunjuk yang sangat jelas tentang etika, aturan, target dan seluk beluk dalam berekonomi.
Ketiga, membangun jaringan yang kuat. Kekuatan Ekonomi syariah terletak dalam membangun jaringan di tingkat lokal, nasional dan internasional. Dengan jaringan maka pelebaran sayap akan menjadi lebih mudah dan tidak banyak menghadapi banyak kendala. Jaringan itu mampu memberikan kekuatan berupa kolaborasi yang kuat. Kerjasama antara umat Islam di berbagai belahan membuat pasar dapat dikuasai dengan mudah oleh umat Islam.
Keempat, pasar harus diatur oleh regulasi yang kuat dan regulator yang konsisten. Tanpa pemantauan sangat mustahil ekonomi syariah akan bangkit. Dalam buku karya Nizar Abazhah, berjudul “Ketika Nabi di Kota” mengungkapkan kalau Nabi Muhammad tidak membiarkan pasar berjalan tanpa pantauan. Di samping turun tangan langsung dan mengawasi sendiri, beliau menunjuk Sa’d ibn Sa’id ibn Al-‘Ash untuk mengawai pasar Makkah setelah penaklukkan.
Kelima, harga komoditas di pasar diatur oleh Allah, bukan oleh pedagang. Nabi Muhammad juga melarang harga komoditi di pasar mencekik. Seperti diungkapkan Anas ibn Malik bertutur, “Pernah pada masa Nabi harga komoditi di pasar Madinah melambung tinggi. Orang-orang mengeluh, ‘wahai Rasullah, harga barang sangat mahal, tetapkanlah harga untuk kami.’ Rasullah menjawab, ‘Sesungguhnya Allah-lah yang menetapkan harga. Dialah yang menahan, melimpahkan, dan menganugerakhan rezeki. Kuharap kelak ketika aku menghadap Tuhan, tak sesorang pun diantara kalian menuntutku lantaran merasa dizalimi menyangkut darah dan harta.”
Dengan demikian, maka pedagang Muslim dilarang memainkan harga. Mempermainkan harga merupakan suatu kezaliman. Dipastikan kalau penipuan, pemalsuan, penimbunan dilarang. Selain itu, Untuk memastikan nilai-nilai di atas, Rasûlullâh mengawasi langsung berjalannya pasar. Beliau melarang berbagai model bisnis yang bertentangan dengan islam seperti hashah (dengan melempar batu), najasy (kegiatan jual beli yang bertujuan mengelabui pembeli atau penjual), ghaban faa hisy (menjual diatas harga pasar), tallaqi rukhban (egiatan pedagang dengan cara menyongsong pedagang desa yang membawa barang dagangan di jalan (menuju pasar)), mukhadarah (menjualbelikan buah-buahan yang belum pantas untuk dipanen), dan ikhtikar (mengambil keuntungan di atas keuntungan normal dengan cara menahan barang untuk tidak beredar di pasar supaya harga-nya naik).
Sungguh menyenangkannya ekonomi syariah .